Peristiwa besar dan agung dari kerelaan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail tentunya mengandung banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia untuk dipahami dan diteladani dalam hal ini paling tidak ada 5 hikamnya, yakni :
Pertama, cinta hendaknya dicurahkan kepada Allah SWT sebab rahmat Tuhan yang tidak terhitung nilai dan jumlahnya senantiasa mengucur dalam setiap jengkal kehidupan manusia. Maka di satu sisi, berqurban menjadi bentuk curahan cinta kita kepada Tuhan.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” (Al-Kautsar: 1-2).
Kedua, sejatinya ibadah qurban adalah perintah untuk mengorbankan sifat egois, sikap mementingkan diri sendiri, rakus dan serakah, yang dibarengi dengan kecintaan kepada Allah SWT, diwujudkan dalam bentuk solidaritas sosial. Teladan paling mulia tentang kecintaan kepada Allah SWT sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dengan kesediaan menyembelih putra kesayangannya.
Ketiga, perintah berqurban adalah perintah bagi mereka yang mampu memiliki kelebihan rezeki dan membagikan dagingnya untuk kaum miskin dan dhuafa yang membutuhkan.
Hal ini adalah bentuk komunikasi sosial untuk saling membantu berbagi kenikmatan dalam perayaan idul adha. Alhasil, terbangun ikatan solidaritas sosial dan semangat tolong-menolong antaranggota masyarakat. Sikap tersebut dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menjaga suasana kehidupan harmonis di antara sesama warga.
Keempat, hewan qurban akan menjadi saksi amal ibadah di hari kiamat nanti. Hewan yang diqurban kan akan datang mewujud amal kebaikan yang pada gilirannya akan menyelamatkan Nasib tuannya di hari akhir nanti.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ ابْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنِي أَبُو الْمُثَنَّى عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَننْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) qurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR Ibnu Majah No 3117].
Kelima, orang berqurban dibalas dengan kebaikan dan pahala yang berlimpah. Bahkan, balasan pahala tersebut tidak terhitung jumlahnya. Analogi yang diberikan, bahwa setiap bulu dari hewan yang diqurban kan mengandung satu pahala dan kebaikan bagi orang yang berqurban .
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاساسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَل وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
“Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Dawud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127] (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)
Peristiwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memang selalu menginspirasi. Hikmah dari kisah ini begitu dalam, terutama tentang pengorbanan dan cinta kepada Allah SWT. Saya setuju bahwa ibadah qurban tidak hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga tentang menumbuhkan solidaritas sosial. Tapi, bagaimana jika ada orang yang tidak mampu berqurban secara materi? Apakah mereka tetap mendapatkan nilai spiritual yang sama? Menurut saya, penting untuk memaknai qurban sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, bukan hanya ritual semata. Apakah ada cara lain untuk mengimplementasikan nilai-nilai qurban dalam kehidupan sehari-hari, selain membagikan daging? Bagaimana pendapatmu tentang hal ini?